Big Bang (Ledakan Dahsyat atau Dentuman Besar) dalam kosmologi adalah salah satu teori ilmu pengetahuan yang menjelaskan perkembangan dan bentuk awal dari alam semesta. Teori ini menyatakan bahwa alam semesta ini terbentuk dari ledakan mahadahsyat yang terjadi sekitar 13.700 juta tahun lalu. Ledakan ini melontarkan materi dalam jumlah sangat besar ke segala penjuru alam semesta. Materi-materi ini kemudian yang kemudian mengisi alam semesta ini dalam bentuk bintang, planet, debu kosmis, asteroid/meteor, energi, dan partikel lainnya dialam semesta ini. Teori Big Bang menunjukkan bahwa semua benda di alam semesta pada awalnya adalah satu wujud, dan kemudian terpisah-pisah. Ini diartikan bahwa keseluruhan materi diciptakan melalui Big Bang atau ledakan raksasa dari satu titik tunggal, dan membentuk alam semesta kini dengan cara pemisahan satu dari yang lain. Teori Big Bang tidak mudah di terima oleh masyarakat luas, Teori ini di tentang oleh seorang astronom materialis asal Inggris, Sir Fred Hoyle. Di pertengahan abad 20, Hoyle mengemukakan suatu teori yang disebut steady-state yang mirip dengan teori 'alam semesta tetap' di abad 19. Teori steady-state menyatakan bahwa alam semesta berukuran tak hingga dan kekal sepanjang masa. Dengan tujuan mempertahankan paham materialis, teori ini sama sekali berseberangan dengan teori Big Bang, yang mengatakan bahwa alam semesta memiliki permulaan. Mereka yang mempertahankan teori steady-state telah lama menentang teori Big Bang. Namun, ilmu pengetahuan justru meruntuhkan pandangan mereka. Pada tahun 1948, Gerge Gamov muncul dengan gagasan lain tentang Big Bang. Ia mengatakan bahwa setelah pembentukan alam semesta melalui ledakan raksasa, sisa radiasi yang ditinggalkan oleh ledakan ini haruslah ada di alam. Selain itu, radiasi ini haruslah tersebar merata di segenap penjuru alam semesta. Bukti yang 'seharusnya ada' ini pada akhirnya diketemukan. Pada tahun 1965, dua peneliti bernama Arno Penziaz dan Robert Wilson menemukan gelombang ini tanpa sengaja. Radiasi ini, yang disebut 'radiasi latar kosmis', tidak terlihat memancar dari satu sumber tertentu, akan tetapi meliputi keseluruhan ruang angkasa. Demikianlah, diketahui bahwa radiasi ini adalah sisa radiasi peninggalan dari tahapan awal peristiwa Big Bang. Karena penemuan mereka, akhirnya Peniziaz dan Wilson dianugerahi Nobel. Pada tahun 1989, NASA mengirimkan satelit Cosmic Background Explorer (COBE) ke ruang angkasa untuk melakukan penelitian tentang radiasi latar kosmik. Hanya dalam waktu 8 menit COBE menemukan sisa ledakan raksasa yang telah terjadi di awal pembentukan alam semesta. Dinyatakan sebagai penemuan astronomi terbesar sepanjang masa, penemuan ini dengan jelas membuktikan teori Big Bang.
Pada Tahun 1724-1804 ahli filsafat dari Jerman yang bernama Immanuel Kant untuk pertama kali menemukan Hipotesis Nebula ini, namun pada tahun 1796 Pierre Marquis de Laplace berhasil menyempurnakan hipotesis ini. Oleh karena itu, Hipotesis Nebula juga dikenal dengan sebutan Hipotesis Kant-Laplace. Menurut Hipotesis ini, awalnya tata surya masih berupa kabut raksasa. kabut itu terbentuk dari debu, es, dan gas yang disebut nebula. Unsur gas sebagian besar berupa hidrogen. Karena gaya gravitasi yang dimilikinya, kabut itu menyusut dan berputar dengan arah tertentu. Hal itu berakibat, suhu kabut memanas dan akhirnya menjadi bintang raksasa yang disebut matahari. Matahari raksasa terus menyusut dan perputarannya semakin cepat. Lalu cincin-cincin gas dan es terlontar ke sekeliling matahari. Akibat gaya gravitasi, gas-gas tersebut memadat seiring dengan penurunan suhunya dan membentuk planet dalam. Dengan cara yang sama, planet luar juga terbentuk.
Hipotesis planetisimal pertama kali dikemukakan oleh Thomas C. Chamberlain (1843-1928) dan Forest R. Moulton (1872-1928), keduanya berasal dari Amerika. Menurut Hipotesis planetisimal(berarti planet kecil) matahari telah ada sebagai salah satu dari bintang-bintang yang banyak. Pada suatu masa, ada bintang yang berpapasan pada jarak yang tidak terlalu jauh. Akibatnya, terjadilah peristiwa pasang naik pada permukaan matahari maupun bintang itu. Sebagian dari masa matahari itu tertarik ke arah bntang. Menurut Moulton dan Chamberlin. pada waktu bintang menjauh, sebagian dari massa matahari itu jatuh kembali ke permukaan matahari dan sebagian lagi terhambur ke ruang angkasa sekitar matahari. Hal inilah yang dinamakan planetesimal yang kemudian menjadi planet-planet dan beredar pada orbitnya.
Teori Pasang surut bintang ini hampir sama dengan teori planetesimal. Teori yang dikemukakan oleh ilmuan asal Inggris ini, Sir James Jeans (1877-1946) dan Harrold Jefferys (1891), melukiskan bahwa setelah bintang itu berlalu, massa matahari yang lepas itu membentuk bentukan cerutu yang menjorok kearah bintang. Kemudian akibat bintang yang makin mejauh, massa cerutu itu terputus-putus dan membentuk gumpalan gas disekitar matahati. Gumpalan-gumpalan itulah yang kemudian membeku menjadi planet-planet. Teori ini menjelaskan, apa sebab planet-planet begian tengah seperti jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus merupakan planet raksasa, sedangkan dibagian ujungnya, Merkurius dan Venus di dekat mahari merupakan planet yang lebih kecil.
Hipotesis kondensasi mulanya dikemukakan oleh astronom Belanda yang bernama G.P. Kuiper (1905-1973) pada tahun 1950. Hipotesis kondensasi menjelaskan bahwa tata surya terbentuk dari bola kabut raksasa yang berputar membentuk cakram raksasa.
Hipotesis bintang kembar awalnya dikemukakan oleh Fred Hoyle (1915-2001) pada tahun 1956. Hipotesis mengemukakan bahwa dahulunya tata surya kita berupa dua bintang yang hampir sama ukurannya dan berdekatan yang salah satunya meledak meninggalkan serpihan-serpihan kecil.
Tahun 1745, George comte Buffon dari Prancis mempostulatkan teori dualistik dan katastrofi yang menyatakan bahwa tabrakan komet dengan permukaan matahari menyebabkan materi matahari terlontar dan membentuk planet pada jarak yang berbeda-beda. kelemahannya Buffon tidak bisa menjelaskan asal komet. Ia hanya mengasumsi bahwa komet jauh lebih masif dari kenyataannya.
Gerrard P. Kuiper mengemukakan bahwa planet terbentuk melalui golakan (turbulensi) nebula yang membantu tumbukan planetesimal, sehingga planetesimal membesar jadi protoplanet dan kemudian menjadi planet.
Menurut Weiszacker, nebula terdiri atas vorteks-vorteks (pusaran-pusaran) yang merupakan sifat gerakan gas. Gerakan gas dalam nebula menyebabkan pola sel-sel yang bergerak (turbulen). pada batas antar sel turbulen, terjadi tumbukan antarpartikel yang kemudian membesar dan menjadi planet.
Pada tahun 1940, seorang ahli astronomi Jerman, Carl Von Weizsaeker mengembangkan suatu teori awan debu (The Dust-Cloud Theory). Teori ini kemudian disempurnakan lagi oleh ahli astronomi lain, yaitu Gerard P. Kuiper (1950), Subrahmanyan Chandrasekhar, dan lain-lain. Pada dasarnya terori ini mengemukakan, bahwa tata surya itu terbentuk dari gumpalan awan gas dan debu. Dewasa ini alam semesta bertebaran pebggumpalan awan seperti itu. Lebih dari lima ribu juta tahun yang lalu, salah satu gumpalan itu mengalami pemampatan. Pada proses pemampatan itu partikel-partikel debu tertyarik ke bagian pusat awan itu, membentuk gumpalan bola yang mulai berpilin. Lama-kelamaan gumpalan gas itu memipih membentuk cakram yang tebal dibagian tengah dan lebih tipis di tepinya. Bagian tengah cakram gas itu berpilin lebih lambat daripada bagian tepinya, partikel-partikel dibagian tengah cakram itu kemudian saling menekan, sehingga menimbulakan panas dan menadi pijar. Bagian inilah yang kemudian menjdai matahari. Bagian yang lebih luar berpusing sangat cepat, sehingga terpecah-pecah menjadi banyak gumpalan gas dan debu yang lebih kecil. Gumpalan kecil ini berpilin pula. Bagian inilah kemudian membeku dan menjadi planet-planet-planet serta satelit satelitnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar